Minggu, 03 November 2013

Kain Tenun Sumba

Dalam kehidupan orang Sumba kain tenun memiliki makna ganda yang hampir sama dengan sirih pinang.

Pertama ia adalah barang kebutuhan sehari-hari yang fungsi praktisnya adalah sebagai penutup tubuh. Kedua ia adalah simbol, benda ikonik yang terkait dengan praktek-praktek sosioreligius.

Dalam prosesi pernikahan, kain tenun yang diberikan keluarga pihak wanita saat melepas anak gadis mereka adalah simbol naungan dan perlindungan, yang diharapkan akan selalu diberikan oleh pihak keluarga laki-laki. tak heran jika dalam bait-bait pernikahan kain tenuh disebut dengan istilah "rain shelter, sun shade?.

Simbolisme yang hampir sama berlaku pada ritual kematian, dimana jasad orang mati selalu dibungkus dengan kain tenun terbaik, sebagai penghormatan sekaligus pelindung menuju dunia baru.

Dalam ritual-ritual yang dilaksanakan karena adanya suatu kasus atau permasalahan, kain tenun hadir sebagai simbol permintaan maaf. Kain tenun juga dipercaya memiliki kekuatan magis tak tembus cahaya. Karena itulah ia sering digunakan sebagai tirai yang menyelubungi beberapa obyek atau ritual tertentu dari pandangan orang yang tak berkepentingan karena dianggap tabu dan dapat membahayakan.

Yang paling kasat mata adalah makna kain sebagai simbol status. Dewasa ini kain tenun juga bermakna ekonomis, sebagai tambahan penghasilan yang tak bisa dianggap remeh. http://www.westsumba.com/page/en/1323/benda-budaya.html

Di Sumba Timur strata sosial antara kaum bangsawan (maramba), pemuka agama (kabisu) dan rakyat jelata (ata) masih berlaku, walaupun tidak setajam dimasa lalu dan jelas juga tidak pula tampak lagi secara nyata pada tata rias dan busananya.

Dewasa ini perbedaan pada busana lebih ditunjukkan oleh tingkat kepentingan peristiwa seperti pada pesta-pesta adat, upacara-upacara perkawinan dan kematian dimana komponen-komponen busana yang dipakai adalah buatan baru. Sedangkan busana lama atau usang biasanya dipakai di rumah atau untuk bekerja sehari-hari.

Bagian terpenting dari perangkat pakaian adat Sumba terletak pada penutup badan berupa lembar-lembar besar kain hinggi untuk pria dan lau untuk wanita. Dari kain-kain hinggi dan lau tersebut, yang terbuat dalam teknik tenun ikat dan pahikung serta aplikasi muti dan hada terungkap berbagai perlambangan dalam konteks sosial, ekonomi. http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Sumba

Motif tenunan kain Sumba sarat nilai-nilai religius. Ayam, misalnya. Pola ini melambangkan kehidupan wanita ketika berumah tangga. Kuda adalah lambang kebanggaan, kekuatan, dan kejantanan. Sementara burung kakatua yang berkelompok melambangkan persatuan-kesatuan dan musyawarah-mufakat. http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2012/01/11/ringkik-sandelwood-dan-indahnya-kain-sumba-429498.html

Untuk tau Kisah Di Balik Indahnya Kain Tenun Sumba bisa dibuka link : http://jelajah-nesia2.blogspot.com/2013/10/kisah-di-balik-indahnya-kain-tenun-sumba.html

Senin, 27 Mei 2013

JENIS KAIN

JENIS KAIN BERDASARKAN PROSES PEMBUATANNYA
- WOVEN
Kain ini di buat dari hasil penyilangan dua benang dengan cara di tenun/ dianyam. Sering disebut kain tenun. Bahan woven cirinya tidak dapat di tarik.

- KNIT
Kain yang dibuat dari jeratan – jeratan benang / mengaitkan benang dengan benang , sering di sebut kain rajut. Cirinya kain ini dapat di tarik atau elastis. Contoh dari kain rajut : jersey, interlock, rib, single jersey, tricot dll.


JENIS KAIN BERDASARKAN BAHAN BAKUNYA (SERAT)

- Serat Alam
Cotton
Berbahan dasar kapas, dikenal dengan juga cotton combed dan cotton carded, perbedaannya adalah:

Combed:
• Serat benang lebih halus.
• Hasil Rajutan dan penampilan lebih rata.

Carded:
• Serat benang kurang halus.
• Hasil rajutan dan penampilan bahan kurang rata.

Karakteristik dari cotton combed ataupun carded adalah:
Bahan terasa dingin dan sedikit kaku
Mudah kusut
Mudah menyerap keringat
Pakaian / kain akan rusak bila direndam lebih dari 2 jam dalam detergen
Rentan terhadap jamur
Apabila dibakar baunya seperti kertas terbakar, hasil pembakarannya akan menjadi abu dan jalannya api lambat.


-Serat Sintetis
Aramid
Aramid banyak digunakan untuk baju pemadam kebakaran, pembalap mobil dan motor. Aramid termasuk jenis nylon seperti Nomex, Kevlar dan Tawron.

Acrylic
Acrylic dikenal dengan nama dagang Acrilian, Cashmilon, Orlon, Vonnel, Wolacryl, dan lainnya. Sedangkan modakrilat nama dagang Acrilan, Courtelle, Cresian, Dynel, Orlon, Redon dan lainnya.

Secara umum sifatnya mirip dengan wol. Kain dan garmen dari acrylic mempunyai pegangan yang lembut, rua (bulky) ringan dan juga isolator panas yang dapat menahan panas tubuh namun tidak membuat gatal di kulit. Kekurangan dari bahan ini adalah kenyamanan dalam pemakaian. Kelebihannya adalah walaupun seratnya tidak mampu menyerap air namun berasa lembab bila digunakan dan acrylic bersifat lebih cepat kering dibandingkan dengan serat sintetik lainnya.

Pencuciannya dapat digunakan dengan sabun biasa dan tahan terhadap pencucian kimia dry cleaning dan pelarut organic lainnya. Acrylic sangat peka terhadap panas karena menyebabkan bahan terdistorsi, oleh karena itu penyetrikaan hanya dilakukan dengan setrika hangat.

Polyester
Dikenal dengan nama dagang Terylene , Dacron, Trivera, Tetoron. Kekuatan, elastisitas yang baik dari serat polyester menghasilkan kain yang mempunyai ketahanan yang baik terhadap lekukan atau kekusutan sehingga tidak memerlukan penyetrikaan panas. Kekurangan dari kain polyester adalah daya serap lembabnya rendah dan kekakuan yang tinggi sehingga kenyamanan berkurang.

Polymide /Nylon
Dikenal juga sebagai perlon, caprolan dan amilan, trilobal atau antron, rislan, nomex dan lainnya. Pada umumnya serat sintetik ini merupakan isolator yang baik dan dapat menimbulkan sifat listrik static. Sifat kekuatan dan elastisitas serta ketahanan sangat baik, tahanan terhadap serangan jamur, bakteri dan serangga.

Kekurangan dari kain nilon adalah daya serap lembab yang rendah. Nilon dapat dicuci dengan sabun alkali dan tahan terhadap pencucian kimia / dry cleaning.

Spandex
Lebih dikenal dengan nama Lycra yang merupakan trade mark dari Du Pont. Mempunyai sifat elastisitas yang tinggi, kuat dan memiliki ketahanan gosokan yang tinggi. Spandex adalah jenis serat sintetis yang terkenal memiliki elastisitas lebih baik dari rubber. Kain spandex bisa mencapai tingkat elastisitas dengan tarikan sampai 500%.


Rayon Viscosa
Rayon viscose adalah serat semi sintetik yang bahan bakunya dari alam yaitu kayu yang mempunyai kadar selulosa tinggi, sehingga mempunyai kenyamanan dala pemakaian yang sangat baik pada berbagai kondisi

SUMBER LAIN :

1. Lightweight wools.
Di kepala Anda, kain wol mungkin langsung identik
dengan bahan yang berat. Untuk lightweight wools, sesuai dengan namanya,
kain wol ini tergolong ringan dan bisa dipadukan dengan apa saja. Jatuhnya
di badan pun enak dilihat. Kelebihannya, kain ini agak ‘bandel’ alias
tahan banting (awet).

2. Cashmere.
Bahan ini tergolong mewah, dengan kualitas prima. Jangan
heran bila embel-embel price tagnya pun tergolong menguras kantung.
Dipadukan dengan rok yang elegan ataupun dengan jeans saja, cashmere tetap
terlihat mewah dan mahal. Semakin sering dicuci, bahan ini akan semakin
halus. Tapi perhatikan dulu, tidak sembarang cuci, karena mencucinya pun
dilakukan dengan shampoo.

3. Sheer.
Biasa digunakan untuk tampilan elegan dan anggun. Pilih yang
transparan dilengkapi dengan dalaman, Anda akan terlihat simple yet sexy.

4. Jersey.
Untuk bahan satu ini, agar jatuhnya enak dan terlihat oke
melekat di lekuk tubuh Anda, pilih yang bahannya agak berat. Satu ukuran
lebih besar akan menghindari kesan pakaian melekat ketat yang tidak enak
dilihat.

5. Denim.
Tidak ada yang tidak mengenal dan sayang pada jenis bahan satu
ini. Denim alias bahan jeans, dicintai semua kalangan. Semakin gelap
warnanya, semakin mudah mencari padanannya. Selain itu juga denim yang
berwarna gelap akan terlihat lebih rapi dan formal daripada yang terang
dan belel.

6. Linen.
Kain cantik ini berkerut. Tapi jangan sampai kerutannya malahan
menganggu penampilan Anda.

7. Lycra.
Lycra biasanya dipadukan dengan bahan pakaian lainya, karena
kandungannya hanya beberapa persen saja. Tapi bahan pakaian yang terbuat
dari unsure lycra akan lebih tahan lama kerapiannya.

8. Leather & Suede.
Pasti keduanya sudah sangat familiar di telinga Anda,
bukan tidak mungkin, mulai dari dari celana, tas sampai sepatu Anda pun
terbuat dari bahan tersebut. Dua-duanya sebenarnya sama-sama terbuat dari
kulit. Hanya saja, leather dibuat dari kulit luar, sementara suede dibuat
dari bagian kulit dalam. Cari yang halus dan tidak kaku. Untuk dua bahan
ini, Anda akan memerlukan teknik perawatan khusus untuk membersihkannya.
Untuk leather, pilih yang tidak mengkilap untuk kesan mahal dan elegan.
Mengkilap malahan berkesan murahan.

Disarikan dari berbagai Sumber , kebanyakan berasal dari wikipedia:)-
http://bandungkonveksi.wordpress.com/2009/08/03/jenis-jenis-kain/
http://galerybusana.multiply.com/journal/item/2
http://myfabricfame.blogspot.com/2011/03/jenis-jenis-kain.html

Senin, 08 April 2013

Makna Simbolik Motif Batik Tradisional


Pemaparan Makna Simbolik Motif Batik Tradisional

1.Motif Sawat

Kata sawat berarti melempar ( Jawa: balang). Motif ini sebenarnya berawal dari kepercayaan orang-orang Jawa akan adanya seorang dewa yang bernama Batara Indra. Menurut para informan, Batara Indra memiliki sebuah senjata pusaka yang disebut wajra atau bajra, yang berarti pula thathit (kilat). Cara menggunakan senjata pusaka ini adalah dengan melemparkan (Jawa: nyawatake). Menurut mereka, bentuk senjata pusaka tersebut menyerupai seekor ular yang bertaring tajam serta bersayap (Jawa: mawa lar), sehingga jalannya sangat cepat dan tidak terlihat oleh indera mata, sebab hanya berupa sinar merah di angkasa. Senjata pusaka itu bila dilemparkan akan menyambar-nyambar di uadara dan mengeluarkan suara yang amat keras dan menakutkan. Walaupun menakutkan, wajra juga mendatangkan kegembiraan sebab ia dianggap sebagai pembawa hujan yang akan mendatangkan kemakmuran bagi umat manusia. Senjata pusaka Batara Indra ini diwujudkan ke dalam motif batik berupa sebelah sayap dengan harapan agar si pemakai akan selalu mendapatkan perlindungan dalam kehidupannya.



2. Motif Gurda

Motif Gurda lebih mudah dimengerti karena disamping bentuknya yang sederhana juga gambarnya sangat jelas karena tidak terlalu banyak variasinya. Kata gurda berasal dari kata garuda, yaitu nama sejenis burung besar yang menurut pandangan hidup orang Jawa khususnya Yogyakarta mempunyai kedudukan yang sangat penting. Bentuk motif gurda ini terdiri dari dua buah sayap (lar) dan ditengah-tengahnya terdapat badan dan ekor. Menurut orang Yogyakarta burung ini dianggap sebagai binatang yang suci.

Dalam cerita kenaikan Batara Wisnu ke Nirwana dengan mengendarai burung Garuda.Burung ini dianggap sebagai burung yang teguh timbul tanpa maguru, yang artinya sakti tanpa berguru kepada siapapun. Adapun cerita tentang asal mula Garuda menjadi kendaraan Sang Hyang Wisnu, menurut salah seorang informan berawal ketika terjadi peperangan antara Garuda dengan para dewa. Dalam peperangan tersebut para dewa dapat dikalahkan , sehingga mereka meminta bantuan pada Sang Hyang Wisnu, yang kemudian menemui burung Garuda. Pada pertemuan itu terjadi perdebatan diantara keduanya. Oleh karena para dewa telah mengalami kekalahan maka burung Garuda mengajukan usul agar para dewa mengajukan permohonan apa saja yang nantinya akan dikabulkan oleh Garuda. Akhirnya Sang Hyang Wisnu mengajukan permohonan agar Garuda bersedia menjadi tunggangannya untuk mengantarkan kembali ke Sorga Loka (tempat tinggal para dewa).

Menurut pendapat orang Yogyakarta Sang Hyang Wisnu sering disebut sebagai Sang Surya yang berarti matahari atau dewa matahari. Berdasarkan peristiwa diatas, bahwa akhirnya Garuda menjadi tunggangannya Sang Dewa Matahari, maka kemudian Garuda juga dijadikan sebagai lambang matahari. Kecuali itu Garuda dianggap pula sebagai lambing kejantanan. Dasar pemikirannya adalah, karena Garuda sebagai lambang matahari, maka Garuda dipandang sebagai sumber kehidupan yang utama, sekaligus ia merupakan lambang kejantanan, dan diharapkan agar selalu menerangi kehidupan umat manusia di dunia. Hal inilah kiranya mengapa orang Yogyakarta mewujudkan burung yang suci ini kedalam motif batik.



3. Motif Meru

Motif meru, menurut kepercayaan orang Yogyakarta motif ini juga memiliki latar belakang tersendiri yang secara garis besarnya adalah sebagai berikut. Meru berasal dari kata Mahameru, yaitu nama sebuah gunung yang dianggap sakral karena menjadi tempat tinggal atau singgasana bagi Tri Murti yaitu Sang Hyang Wisnu, Sang Hyang Brahma dan Sang Hyang Siwa. Menurut salah seorang informan, di puncak Gunung Mahameru terdapat air keramat yang dinamakan tirta kamandalu, yaitu air yang merupakan sumber kehidupan abadi. Demikianlah Tri Murti dilambangkan sebagai sumber dari segala kehidupan, sumber kemakmuran, dan segala kebahagiaan hidup di dunia. Berdasarkan keyakinan seperti di atas maka orang-orang Yogyakarta mewujudkan pandangannya tersebut ke dalam motif batik, dengan harapan agar mendapatkan berkah dari Tri Murti.

Motif meru ini selain dituangkan dalam lukisan batik, biasanya juga digunakan sebagai motif paes (rias) bagi para pengantin wanita adat Yogyakarta.



4. Motif Semen

Motif semen berkaitan erat dengan motif meru, karena kata semen mempunyai arti semi atau tunas, dan dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa di Gunung Mahameru ataupun pegunungan pada umumnya selalu terdapat tunas-tunas atau tumbuh-tumbuhan yang selalu bersemi. Dalam kepercayaan masyarakat Yogyakarta, di Gunung Mahameru terdapat pohon-pohon yang dianggap sakral. Lebih lanjut salah seorang menceritakan bahwa menurut orang Yogyakarta pepohonan yang dianggap sakral terdiri dari pohon sandilata (pohon hidup) yaitu pohon yang dapat menghidupkan orang yang sudah mati; pohon soma yang tumbuh di puncak Mahameru, yang dapat memberikan kesaktian; pohon jambuwreksa, yang tumbuh di sebelah barat laut , yang mempunyai ketinggian sampai menjulang ke angkasa dengan cabang-cabang yang sangat banyak. Selain itu, di Gunung Mahameru terdapat juga pepohonan yang menjadi milik dari masing-masing Dewa Tri Murti. Pohon acwata yang akarnya menjulur ke bawah dianggap sebagai lambang milik Sang Hyang Wisnu, melambangkan sinar matahari sebagai pohon yang kekal abadi. Pohon plasa dianggap milik Sang Hyang Brahma, sedangkan pohon milik Sang Hyang Siwa dilambangkan dengan pohon nyagroda.

Oleh karena pohon-pohon suci yang terdapat di Gunung Mahameru dipercaya orang Yogyakarta sebagai salah satu bagian dari sumber kehidupan manusia di dunia, maka diwujudkan dalam bentuk motif batik. Di balik bentuk itulah terkandung harapan agar si pemakai selalu dapat berhubungan dengan Sang Maha Pencipta.



Selain jenis motif-motif sebagaimana yang telah dikemukakan diatas, yaitu motif-motif yang biasanya terdapat pada kain batik ataupun yang merupakan bagian dari berbagai motif pada sebuah kain batik, ada beberapa motif yang tidak merupakan bagian dari sebuah kain batik. Motif jenis ini berupa kain tersendiri, yang biasanya motifnya berdasarkan atau berbentuk dari dua macam warna. Adapun jenis motif semacam ini antara lain adalah sebagai berikut

1.   Motif Bango-tulak

Motif ini merupakan kombinasi dari dua warna hitam dan putih, di mana hitam di sebelah luar, memberi batas pada warna putih yang ada di sebelah dalam. Motif ini dianggap sebagai motif tertua. Menurut informan; nama Bango-tulak diambil dari nama seekor burung yang mempunyai warna hitam dan putih yaitu tulak. Menurut orang-orang Yogyakarta burung ini dianggap sebagai hal yang melambangkan umur panjang. Warna hitam diartikan sebagai lambang kekal (Jawa: langgeng), sedang warna putih sebagai lambang hidup (sinar kehidupan), dengan demikian hitam-putih melambangkan hidup kekal. Menurut orang Yogyakarta, hidup yang kekal itu hanya satu yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Jadi hitam dan putih disini mengandung maksud menyerahkan atau mengharapkan hidupnya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam pandangan hidup orang Yogyakarta, hal ini disebut dengan istilah Jumbuhing Kawula Gusti (penyatuan hamba dan Tuhan).

Pada perkembangan selanjutnya nama bango-tulak menjadi bangun-tulak. Kata bangun mempunyai arti bangun tidur dan membangun, memperbaiki atau mempengaruhi. Sedangkan kata tulak, berarti sarat untuk menyingkirkan penyakit atau bahaya. Bangun-tulak berarti membangun atau membuat sarat untuk menyingkirkan bahaya dan penyakit agar manusia dapat selamat dalam hidupnya. Motif ini sampai sekarang masih sering dipergunakan baik sebagai pakaian sehari-hari, biasanya dipakai oleh para pegawai Kraton, juga dipergunakan sebagai perlengkapan upacara-upacara sesuai dengan kepercayaan yang ada. Misalnya dalam upacara perkawinan, mendirikan rumah, terutama apabila rumah tersebut mempergunakan tiang-tiang kayu, maka kain ini dipergunakan sebagai penutup ujung tiang atas sebagai penyangga blandar.


2. Motif Sindur

Motif sindur merupakan motif kain yang memiliki kombinasi warna merah dan putih. Warna merah terdapat pada bagian tengah, dan putih pada bagian pinggir yang membentuk gelombang. Motif sindur sering dipergunakan pada waktu orang melaksanakan upacara pernikahan sebagai tanda bahwa ia adalah tuan rumah yang mempunyai hajat. Kain ini dipakai oleh orang tua si pengantin dengan cara diikatkan pada pinggang. Berdasarkan keterangan dari beberapa informan, warna merah dan putih melambangkan permulaan (asal mula) dari hidup atau purwaning dumadi. Menurut informan lebih lanjut, bahwa hal itu dikarenakan dari makna warna-warna itu sendiri, yaitu putih mengandung arti hidup (bapa) sedang merah melambangkan arti suci (biyung). Mengenai warna merah yang melambangkan kesucian ini, para informan menjelaskan bahwa hal tersebut dapat diketahui dari cerita Ramayana, di mana ia mengkisahkan ketika Sinta pulang dari Alengka ia tidak dipercaya kesuciannya oleh Rama, hal ini karena ia telah lama berpisah dengan Rama, dan dekat dengan Dasamuka. Dari ketidakpercayaan Rama ini, kemudian Sinta menunjukkan kesuciannya kepada Rama dengan cara membakar diri, akan tetapi ternyata ia tidak mati. Hal tersebut adalah suatu bukti bahwa Sinta masih suci. Dari uraian inilah, kemudian warna merah sebagai perwujudan dari api dilambangkan sebagai kesucian atau sebagai lambang Ibu (Jawa: biyung). Selanjutnya dari informan dijelaskan bahwa, dalam upacara pernikahan kedua warna tersebut, yaitu merah dan putih diartikan sebagai permulaan dari segala kejadian hidup. Dengan demikian dalam upacara pernikahan, pemakaian sindur dimaksudkan mempertemukan laki-laki dan perempuan sebagai cikal bakal dari kelahiran hidup di dunia.


3. Motif Gadhung Mlathi

Motif Gadhung mlathi merupakan kombinasi dari warna hijau dan putih, warna putih terletak di tengah dan hijau di bagian pinggir. Motif ini sering pula dipergunakan oleh pengantin pria maupun pengantin wanita. Namun sekarang motif ini jarang dipergunakan lagi pada kain (jarik), melainkan hanya kemben bagi wanita dan destar (iket) yaitu ikat kepala bagi pria.

Kata gadhung, menurut seorang informan adalah mempunyai arti hijau (warna hijau) yang melambangkan kemakmuran, ayom-ayem, yaitu tenteram atau damai. Maksud dari arti makmur disini tidak hanya kaya harta benda saja tetapi juga kaya jiwanya dan memiliki banyak pengetahuan, karena mereka yakin bahwa apabila orang memiliki banyak pengetahuan lahir batin dapat memberi ketenteraman dan kedamaian hidup. Mlathi adalah bunga melati yang berwarna putih dan berbau harum. Bau harum dari bunga itu sendiri dianggap orang mengandung kesusilaan atau rasa susila, sehingga sejak dahulu sampai sekarang bunga melati mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Yogyakarta. Oleh karena itu para pemakai motif ini berharap agar mereka dapat hidup makmur baik lahir maupun batin.

sumbernya lupa... copas dr mana gituuu...

Sejarah wastra batik

Bentuk pola kuno yang sangat popouler adalah parang rusak, yang kisah penciptaannya masih kerap diperdebatkan. Dalam buku H.Santosa Doellah/Danar Hadi 2002, motif pola parang rusak muncul di masa Raden Panji, pahlawan Kerajaan Kediri dan Jenggala, Jawa Timur pada abad ke 11. Yang lain percaya, desain ini diciptakan oleh Sultan Agung dari Mataram (1613-1645) usai meditasi di pantai selatan Jawa. Konon, ilham datang dari fenomena gelombang-gelombang besar yang memecah karang dan merusaknya. Dalam bahasa Jawa, istilah parang dekat dengan kata karang. Parang rusak berarti karang yang pecah atau rusak.

Lain lagi cerita cerita tentang batik truntum. Berawal dari taman Bale Kambang di Solo, yang dulunya tempat nyepi Kanjeng Ratu Beruk permaisuri Sri Susuhunan Paku Buwono III, yang sedih karena tak lagi menerima cinta kasih raja. Dalam keprihatinan, Ratu beruk membatik. Sepenuh rasa ia menoreh canting dan cairan malam, sampai sang raja singgah dan mengagumi wastra batik itu sebagai truntum, yang berarti timbul atau berkumpul.

*diambil dari femina, lupa nomernya...*